Menggagas Desa Literasi
Gambar : Foto bersama setelah workshop "Menggagas Desa Literasi"
dengan narasumber Fairuzul Mumtaz (mengenakan songkok),
dan Pri Anton (mengenakan topi).
“Untuk
mengembangkan sebuah desa, perlu diawali dari diri sendiri”
-Fairuzul Mumtaz-
Warga
desa mana yang tak mau melihat dan menikmati kemajuan desanya. Seperti halnya
yang dibahas pada salah satu workshop di Event Jimus Literacy Camp yang dilangsungkan
di Balai Desa Sidowayah Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten pada hari Jum’at 14
Desember 2018 pukul 20.00 WIB. Workshop tersebut mengangkat tema "Menggagas Desa Literasi". Dalam acara tersebut menghadirkan dua narasumber,
yaitu Pri Anton Subardio dan Fairuzul Mumtaz.
Pri Anton mengawali penyampaian
workshop dengan berbagi cerita mengenai pengalamannya menggagas desa literasi, tepatnya di desa Berau, Kalimantan Timur. Hal
yang dilakukannya untuk membangkitkan
semangat literasi di Desa Berau adalah memanfaatkan kemajuan dan kemudahan IT
dengan membuat website desa untuk mengeksplorasi semua kekayaan alam di Desa
Berau. Diujung penyampaian workshopnya, Pri Anton berpesan : “Jangan minder dianggap ndeso, karena kini
desa sudah dapat membuat website dengan domain
yang sudah disediakan oleh pemerintah, sedangkan kota saja belum punya”.
Berbeda dengan hal yang disampaikan oleh Pri Anton, pembahasan Fairuzul Mumtaz lebih menekankan pada kesadaran setiap pribadi disatu desa untuk menjadi pribadi yang mau peduli akan hal kecil dilingkungan, Sehingga dari hal kecil tersebut dapat terbentuk sebuah kebiasaan untuk terus ditularkan dan dikembangkan. “Untuk mengembangkan sebuah desa, perlu diawali dari diri sendiri”. Pungkas Fairuzul Mumtaz diujung Workshopnya.
Mengembangkan diri sendiri adalah hal yang harus dilakukan karena pokok dari literasi adalah kesadaran untuk terus mengembangkan diri sendiri. Banyak media yang dapat digunakan untuk mengembangkan diri sendiri, apalagi kini sudah semakin majunya teknologi sehingga akan terasa lebih efisien.
Salah satu indikasi Desa Literasi adalah ketersediaan media desa, seperti yang disampaikan narsum di acara ini, yaitu web desa. Lebih sederhana, praktis, tak membutuhkan biaya besar dibanding cetak koran atau majalah desa, dapat menjangkau warga dengan area yang sangat luas bahkan mendunia. Nah, rugi banget bagi desa yang gak segera mengembalikan peluang ini, memiliki web desa ya.... 😊
BalasHapus