Creativity Camp 2009



Facebook memberikan banyak kesempatan Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB, sebagai lembaga literasi pertama di Tulungagung, dan masih sangat muda untuk belajar. Sebenarnya bukan yang benar-benar pertama. Karena sebelumnya telah ada Sanggar Tri Wida yang mengembangkan sastra Jawa dan beranggotakan penulis-penulis sastra Jawa. Sampai tahun ini, usia Tri Wida sudah lebih dari 30 tahun.

Creativity Camp, istilah yang pernah muncul di salah satu akun FB. Nah, istilah itu kami culik, dan kemudian kami merancang sendiri bagaimana sebuah kemping penulisan kreatif, karena di akun itu jelas tidak dijabarkan kegiatan mereka. Rahasia lembaga. Tapi justru di sini kami mau mengumbar CC yang pernah PENA ANANDA CLUB lakukan di tahun 2009 lalu, meski tidak secara rinci, dengan harapan dapat terulang kembali di masa-masa yang akan datang.
Berfoto usai outbond, beberapa anak yang terjatuh saat melewati jembatan bambu di atas sungai, tapak bajunya masih basah. (Foto: dok Pena Ananda Club)
Kegiatan CC dilaksanakan selama 2 hari di akhir bulan Desember. Saat itu sedang libur semester ganjil. Sekitar lebih dari 20 pelajar campuran (tingkat SMP dan SMA) mengikuti kegiatan kemping penulisan kreatif yang dilaksanakan di Bukit Bolo. Tempat ini dipilih karena beberapa pertimbangan. Selain masih dekat dengan pusat kota, mudah diakses dari berbagai penjuru, memiliki nilai kelegendaan (Nyai Kembang Sore), dan berupa makam Cina sehingga ada beberapa titik lokasi yang nyaman untuk berdiskusi bahkan berteduh jika hujan turun. Karena saat itu masih musim penghujan. Yang menarik, justru dari 26 pelajar yang ikut pelajar dari pelosok, jauh dari pusat kabupaten. Mereka dari SMPN 1 Bandung (terbanyak), SMPN 1 Ngunut, SMAN 1 Ngunut, dan siswa dari SMPN 3 Tulungagung,SMPN 1 Tulungagung.

Beberapa relawan terlibat dalam kegiatan ini. Selain menyiapkan keseluruh kegiatan di tempat terbuka, juga menjadi pendamping dalam kelompok-kelompok diskusi.

Kami memulainya di hari pertama dengan perkenalan. Lempar tangkap bola kertas, sebutkan identitas. Tentu saja sesi ini sedemikian seru dan mampu mencairkan suasana kaku karena baru pertama kali bertemu. Sesi ini masih berlanjut dengan beberapa game agar mereka semakin mengenal satu sama lain dan menghancurkan setiap pembatas diantara mereka. Usai suasana benar-benar hangat, semua peserta duduk lesehan di ruang tempat upacara obongan (pembakaran mayat). Tentu aula kecil ini tak menyeramkan sebagaimana namanya. Selain ruangnya terbuka, dan kami semua dapat merasakan semilir angin, melihat para pengunjung dan wisatawan lokal yang lalu lalu, juga melepas pandangan ke arah keindahan pesona alam. Tidak ada yang menyeramkan sama sekali.

Sesi berikutnya adalah mengenali motivasi menulis, dan apa itu menulis kreatif. Mengenalkan menulis kreatif memang lebih menantang, karena selama ini mereka lebih mengenal tulisan fiksi dan non fiksi. Nah, dimanakah letak menulis kreatif? Karena itu, agar tidak menimbulkan kebingungan pada peserta, kami mengenalkan penulisan kreatif melalui cerita pendek.

Mengapa mengenali motivasi menulis itu penting? Karena motivasi yang berasal dari dalam diri peserta akan jauh memberikan jaminan bagi mereka untuk mempertahankan semangat dan kebiasaan menulis. Bukan hal yang mudah menemukan motivasi diri. Hanya beberapa saja, seperti Surya Laili Islami, yang bisa merumuskan motivasi diri berupa cita-cita sebagai penulis. Bunda sebagai nara sumber memberikan stimulan hingga setiap peserta memiliki gambaran untuk apa menguasa penulisan kreatif. Dari ilustrasi inilah, mereka merumuskan ulang, apa sebenarnya motivasi mengikuti kegiatan ini dan ingin menguasai penulisan kreatif. Baru kemudian Bunda memaparkan tentang strategi menulis kreatif melalui cerita pendek.

Materi ini telah selesai saat shalat dhuhur. Sesi siang, diisi dengan pendampingan kelompok dan praktek. Ya, sebagaimana biasa, konsentrasi peserta sudah mulai berkurang pada siang hari. Maka seluruh peserta dibagi menjadi 3 kelompok. Masing-masing kelompok didampingi seorang pendamping dan mereka mendiskusikan ide-ide yang dapat diurai menjadi sebuah tulisan.

Sampai menjelang ashar, setiap peserta sudah mendapatkan draftnya. Bunda membahasnya dengan seluruh peserta, berusaha menemukan kelebihan dari ide-ide yang ditangkap dan dituliskan oleh peserta. Selama 1 jam, Bunda membekali ketrampilan penyuntingan (editing) dasar yang harus dilakukan setiap penulis. Bukan hanya tentang ketatabahasaan, tapi juga menyunting ketidaktepatan dalam unsur penulisan. Misalnya saja perubahan sudut pandang penulisan, yang kadangkala terjadi tanpa disadari penulisnya. Dalam waktu yang terbatas, mereka berusaha untuk berlatih menyunting karyanya sendiri. Hingga senja menjelang, saatnya mereka pulang. Ya, di acara kemping ini peserta tidak diajak bermalam dengan pertimbangan keamanan.

Di hari kedua, pagi masih sedemikian sejuk dan semangat pun masih penuh. Peserta berkesempatan mengulang dan menyampaikan ingatan pengalaman mereka di hari pertama. Sebelum kemudian bersama dengan Bunda membongkar naskah yang sudah disempurnakan penyuntingannya di rumah. Usai membahasnya, Bunda mengajak peserta untuk menentukan 1 ide yang akan digunakan sebagai tema penulisan bersma. Menurut bunda, ide apapun dapat diurai menjadi tulisan. “Jangan pernah remehkan ide sekecil apapun,” demikian Bunda menegaskan. Dan Bunda juga akan mengambil bagian di sesi ini, artinya bunda juga akan menulis cerpen dengan ide yang disepakati peserta.

Mungkin karena iseng, seorang peserta mengusulkan ide “WC” atau kamar kecil. Yang lain aklamasi menyepakati. Akhirnya semua sibuk mencari ide untuk cerita dengan tema yang mereka lontarkan sendiri. Ada yang minta idenya diganti, tapi Bunda menegaskan, tidak ada ide yang sia-sia.

Akhirnya, menjelang dhuhur masing-masing sudah membawa draft. Ada yang sudah tuntas  ceritanya, ada juga yang belu. Termasuk Bunda yang belum tuntas. Draft harus dikumpulkan untuk difotokopi sebagai bukti aktivitas peserta, untuk kemudian yang asli dibawa pulang dan disempurnakan di rumah.

Sesi terakhir adalah outbond. Ada beberapa permainan yang sudah disiapkan oleh para relawan. Diantaranya dengan melewati rintangan berupa tali rafia, dan yang paling seru dilakukan di sungai sebelah utara Bukit Bolo. Peserta harus melewati bilah bambu menyeberang dari satu sisi ke sisi lain. Sementara beberapa relawan sudah siaga di dalam sungai untuk mengantisipasi peserta yang gagal menyeberang. Outbond ini sekaligus menutup rangkaian CC 2009. Hangat, seru, dan inspiratif bagi seluruh peserta yang kemudian menjadi keluarga untuk melahirkan Pena Citoyens Magazine.

Salam literasi.

catatan:
Masih berusaha menemukan dokumen-dokumen lain setelah seluruh dokumen lenyap bersama dengan rusaknya laptop dan alat menyimpan lainnya. 
Share on Google Plus

About PENA ANANDA CLUB

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.