Yusri Fajar Ingatkan Tentang Riset dan Komunitas Dalam Bersastra

Selasa (4/4) sore yang dibalut mendung dengan seriai gerimis, Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB menggelar bincang hangat tentang sastra bersama Yusri Fajar, MA, dosen UB yang hari itu tengah berkunjung ke Tulungagung, tepatnya IAIN Tulungagung. Kesempatan ini digunakannya untuk menyapa para pecinta sastra melalui Ngopi Sastra - Pena Ananda Club.
Yusri Fajar ditengah para pecinta sastra Tulungagung di Pena Ananda Club, Selasa (4/4). (Foto: Asakita Ahmad)
Menghidupkan sastra salah satu kuncinya adalah pada kreativitas pencipatanya. Dan kreativitas itu tak dapat dimunculkan dengan hanya berkutat didalam ruangan dengan aktivitas yang monoton. Seperti diceritakan Yusri, kerapkali dia merindukan untuk keluar dari aktivitas rutinnya, bertemu dengan komunitas-komunitas, melakukan karya bersama, dan juga diskusi yang kerapkali memantik ide-ide baru dan mengayakannya.

"Itu mengapa saya senang sekali bisa berada di sini bersama dengan teman-teman semua," ungkapnya menyambung rasa di awal perbincangan.

Bagi Yusri dan penulis sastra Indonesia, menghasilkan karya sastra itu sebagai sebuah pemenuhan kebutuhan batin. Tentu setiap karya sastra terlahir dengan mengusung misi dan cita-cita tertentu. Namun, kalau menulis dijadikan sebagai penopang hidup, di Indonesia sampai saat ini masih sangat belum memungkinkan. Karena itu banyak penulis yang menjadikan dunia kepenulisan sebagai profesi kedua setelah profesinya sebagai pengusaha, dokter, dosen, ekonom, dan lain sebagainya.
Ngopi Sastra yang gayeng meski hanya satu jam saja. (Foto: Asakita Ahmad)
"Karena, sebagai penulis juga harus bertanggungjawab pada keluarga," tuturnya memberikan alasan umum kepada 26 sahabat Pena Ananda Club yang hadir, yang berasal dari unsur mahasiswa, media, pegiat perpustakaan masyarakat, penyair dan sastrawan muda, guru, dan orangtua. Meskipun menjadi profesi kedua, menulis sastra pun tidak bisa dianggap remeh. Untuk menghasilkan karya yang berkualitas, Yusri mengharuskan penulis sastra untuk melakukan riset.

Riset dapat dilakukan dalam berbagai pendekatan, mulai dari wawancara, observasi lapang, observasi partisipatoris, hingga telaah literatur. "Riset ini suatu proses yang harus dilakukan oleh penulis, meski hasilnya bukan untuk konsumsi publik, melainkan hanya untuk bahan kajian dan penulisan kita," Yusri menegaskannya. Seperti karya berbasis kearifan lokal dan sejarah, riset sangat diperlukan untuk mengindarkan penulis dari asumsi-asumsi yang menyebabkan karya menjadi tidak matang.

Selain riset, Yusri juga mengulas sekilas tentang pentingnya berkomunitas untuk pengembangan diri para penulis sastra. Meskipun karya sastra adalah karya individual, namun prosesnya akan jauh lebih baik jika melibatkan banyak orang, terutama komunitas. Komunitas bagi seorang penulis adalah wadah untuk penimbang karya dan wadah untuk menjaga spirit."Seorang penulis tidak akan bertahan jika tidak berada dalam lingkungan yang ada reading activity-nya," kata Yusri menguatkan.

Salam sastra.

Album foto dapat klik disini.
Share on Google Plus

About Tjut Zakiyah Anshari

Saat kelas 5 SD (1981) 2 cerpen saya untuk pertama kali dimuat di sebuah majalah. Tahun 2007 saya mendapati anak-anak saya menyimpan sejumlah draft cerita saat usia mereka sama. Fakta itu menguatkan passion saya untuk menulis bersama anak-anak dan mendirikan Sanggar Kepenulisan PENA ANANDA CLUB. Saat ini semakin fokus bukan hanya menulis bersama anak, tetapi juga untuk anak.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.