Bedah Penulis Joko Pinurbo

Oleh: Dewi Masitoh

            Tulungagung, Sabtu 11 Mei 2019 Rembuk Buku kedua yang diadakan oleh Pena Ananda berlangsung dengan lancar. Rembuk Buku kali ini dibedah langsung oleh bapak Muslih Marju yang merupakan penyair sekaligus sastrawan Tulungagung. Jika Sabtu kemarin mengupas tentang karya-karya Ahmad Tohari, untuk kali ini adalah tentang karya-karya Joko Pinurbo atau lebih akrab dengan panggilan Jokpin.

Bedah penulis Joko Pinurbo bersama Bapak Muslih Marju (topi biru)

                  S
etelah acara dibuka, selanjutnya diawali oleh sambutan dari Bunda Tjut selaku pimpinan dari Pena Ananda dan kemudian dilanjutkan oleh pembedah utama yaitu bapak Muslih Marju. Jika pada karya Ahmad Tohari kemarin lebih menguatkan tentang nilai lokal, berbeda dengan karya Joko Pinurbo yang lebih menguatkan tentang cara berkomunikasi sehari-hari. Joko Pinurbo mulai suka menulis sudah sejak umur 15 tahun ketika beliau masih duduk di bangku SMA. Namun, tulisan-tulisannya baru diakui ketika beliau berumur 40 tahun. Kegemarannya menekuni dunia sastra berawal dari kegemarannya ketika masih muda yang sering membaca karya-karya sastra. Hingga muncullah keinginannya untuk juga bisa menulis karya sastra. Pada rentang waktu 25 tahun itu, Joko Pinurbo sudah banyak menghasilkan tulisan berupa puisi-puisi yang juga mengalami penolakan berkali-kali ketika dikirimkan kepada penerbit.

              Pada tulisan Joko Pinurbo ini dibawakan dengan bahasa yang santai, gaya penulisannya berupa naratif dengan mengacu pada kehidupan sehari-hari.  Seperti yang disampaikan oleh bapak Muslih, bahwa dalam tulisan-tulisan Joko Pinurbo lebih banyak mengambil tema yang ringan tapi memiliki makna yang dalam. Bagaimana tema yang diambil itu sesederhana mungkin, tapi memiliki makna yang dalam. Misalnya, objek yang digunakan oleh Joko Pinurbo adalah celana, sarung, toilet, dan lain sebagainya. Semuanya merupakan hal-hal yang biasa di dalam sebuah karya bisa diolah sehingga menghasilkan makna yang mengena. Meskipun penyelipan humor pun juga ada melalui proses  untuk menggabungkannya. 

            Setelah bapak Muslih menerangkan tentang Joko Pinurbo dengan berbagai karyanya, kemudian dilanjutnya dengan pembacaan puisi-puisi karya Joko Pinurbo oleh peserta Rembuk Buku yang dilanjutkan dengan diskusi mengenai isi yang terkandung dalam puisi-puisi tersebut. Sebelum acara berakhir, bapak Muslih memberikan pertanyaan kepada setiap peserta tentang pengalaman dalam menulis. Pertanyaan tentang pernahkah kita menulis dengan benar-benar membawa kita terbawa olehnya atau istilahnya ngefly, sangat menikmati proses menulis itu. 

Peserta bedah penulis bergilian membacakan puisi karya Joko Pinurbo

              B
eberapa catatan yang sampaikan oleh bapak Muslih mengenai dalam Rembuk Buku kali ini antara lain:
* Jangan pernah memandang sesuatu hanya dari fisik atau covernya saja, tapi juga makna yang terkandung di dalamnya.
* Hal saru dalam sebuah sastra itu bukanlah hal kesaruan, tapi merupakan seni yang diolah dan menghasilkan makna.
* Sebagai pembaca, kita bebas untuk menafsirkan setiap apa yang kita baca.
* Menemukan kesan pertama saat membaca itu juga penting
* Jangan merasa puas dengan apa yang sudah kita miliki, belajar dan terus belajar itu yang harus kita jalani.

Foto bersama Bunda Tjut, Bapak Muslih Marju dan peserta bedah penulis

Share on Google Plus

About Fitria Nindy

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.